11/10/2007 11:05:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
Puisiku...


DALAM BESAR KOTA TANJUNGPINANG


Berteluk bertanjung seakan tak berujung
Berpagar bakau pada menhijau pesisir
Bersusun rumah seakan mengurung terapung
membatas laut mengusung darat

Muda di usia tua kota ini
Negeri Melayu yang kaya budaya
Riuh dengan beragam suku bangsa
Hidup rukun saling menjaga

Di usia mudanya kini
Kembali menggeliat dalam membina
Membangun negeri menggali potensi
Untuk sejahterakan anak negeri

Ruas jalan terus menjalar membuat kota makin melebar
Senggarang yang lapang tak akan lagi lengang
Dompak yang tak teragak akan berubah semarak
Penyengat pulau sejarah yang kaya khazanah

Ketika senja,
Kala matahari merambat tenggelam di ufuk Barat
Langit memerah, laut memantulkan sinar kuning emas
Jalan dipinggir melaut manusia, tua dan muda
Bercengkerama penuh suka

Dalam besar Kota Tanjungpinang
Istanaku, istanamu, istana kita


Tanjungpinang, 21 Pebruari 2007.


MELAYU JANGAN MELAYU

Melayu bukan kuntum bunga
Melayu yang kaya pesona
Tak harus hilang di bumi
Apalagi melayu, kering, mati.... dan sirna !

Melayu setia adalah Hang Tuah
Melayu pembela martabat dialah Hang Jebat
Melayu kini sudah tak larat
Melayu makin melayu...

Melayu adalah bangsa
Punya bahasa penyampai rasa
Dalam pantun yang penuh seloka
menjujung adat kala berbuat

Melayu adalah satu !
Jangan pernah melayu.....Melayuku !

Tanjungpinang, 15 Pebruari 2007.


BANGSAKU

Kini Bangsaku
Resah
Gelisah
Hilang arah
Susah....

Bangsaku
Berteriak reformasi di sana-sini
Melaksanakan demokrasi dengan berani
Untuk merubah negeri

Bangsaku
Diseret tsunami
Digoyang gempa bumi
Tenggelam dalam banjir yang rutin hadir
Bingung dengan lumpur bak air mancur
Tak bernafas ditimbun longsor yang ganas

Bang, saku yang menempel di baju dan celana
Pun kosong
Tak ada rupiah !
Kapan bangsaku menggapai cita-cita merdeka?
Kapan pula bang, saku ini terisi ?


Tanjungpinang, 17 Pebruari 2007


S E Z

Suka cita mendengar tiga huruf terangkai
Terbayang kemajuan akan digapai
Media massa memberitakan ramai
Banyak pula yang sudah berandai-andai

Tiga pulau di wilayah ini demam panas
Menunggu kebijakan turun dari atas
Segalanya dipersiapkan dengan kemas
Rapat, seminar digelar mengupas tuntas

Titah tidak juga luruh
Untuk dapat berbuat patuh
Entah apa sampai tertangguh-tangguh
Bagai menunggu buah tak jatuh

Dulu menjadi guru
Kini balik berguru
Kadang terasa lucu
Kadang menjadi ragu

Perlu pula kita mengkaji
Kenapa upaya pernah tak jadi
Kata Raja Ali Haji :
“Dimanakah salah diri
Jika tidak orang lain yang berperi”

Kita dan Cina serupa tapi tak sama
Penduduk dan negaranya pasar dunia
Kita jangan mau diperalat negara tetangga
Janji manis pembuat kecewa

SEZ, Special Economic Zone dinanti ?
SEZ, Singapore Economic Zone kah nanti ?



Tanjungpinang, 22 Pebruari 2007


PILKADA

Hari ini
Banyak yang terobsesi ingin ikut pilkada
Merasa diri mampu, pantas dan punya pendukung
Menjadi nomor satu atau nomor dua
Popularitas diri mulai direkayasa
Kirim sms untuk diri sendiri dengan kata-kata memuji
Koran berkupon habis disikat agar polling terus meningkat
Buat koalisi partai biar pengaruh tambah besar
Ada yang meminang dan minta dipinang
Memaksakan diri jadi nomor satu atau dua
Menganggap diri kuasa
Pantang berputus asa walau selalu jadi pecundang
Siap pasang ancang-ancang

Macam-macam strategi
Dibuat untuk mencari simpati
Pasang spanduk ucapkan selamat
Untuk tiga macam umat biar hemat
Mengeluarkan pendapat
Membela kepentingan rakyat di media massa selalu mencuat
Foto pun tak lupa dimuat agar orang terus ingat
Padahal sudah punya tempat
Mengakomodasikan aspirasi rakyat
Manusiawi memang yang menjadi hasrat
Siapa yang tak mau dihormat
Duduk pula di tempat terhormat

Wahai rakyat
Jangan tergoda rayuan sesaat
Pada yang menanam tebu di pinggir bibir
Memilih hendaklah siasat agar ke depan dapat manfaat
Salah membuat pilihan akan timbul penyesalan
Gunakan hati nurani
Siapa yang pantas dipilih nanti
Buang jauh-jauh emosi, iri dan dengki
Kendalikan diri
Pil-kada jangan jadi pil pahit !?


Tanjungpinang, 22 Pebruari 2007.
( Menjelang PILKADA 2007)



WAKIL RAKYAT

Syahdan, aku menuliskan ini tidak untuk menyalahkan, apalagi mencari-cari salah tuan dan puan, hanya menyimak dari apa yang terkuak dalam masyarakat banyak. Mereka berperi karena sakitnya hati, melihat kepada laku mereka yang dipercaya, inilah rupanya :

Hidup terhormat dan nikmat
Kedudukan setara pejabat
Bicara atas nama rakyat
Hari-hari menggelar rapat

Ini jabatan lima tahunan
Selalu jadi impian
Tempat menggantung harapan
Hidup dengan jaminan

Apabila kedudukan sudah didapat
Sering lupa pada amanat
Berjuang tak lagi demi rakyat
Kepentingan diri jadi matlamat

Jabatan sudah berubah fungsi
Bukan tempat menyampaikan aspirasi
Tapi ajang kayakan diri
Hidup terpandang berlumur materi

Rakyat kian melarat
Hidup tak sehat
Nafas tersenggat-senggat
Sekarat !


Tanjungpinang, 27 Pebruari 2007


LAPAR

Dulu
Hamparan sawah membentang sejauh pandang
Padi menguning dalam hening
Lumbung menggunung penuh
Alu bertemu lesung memisah gabah
Tak ada yang menggelepar lapar
Apalagi busung lapar

Kini
Petak-petak sawah menjadi tapak rumah
Padi kehilangan tempat tumbuh
Lumbung merata tanah
Alu dan lesung tersandar bisu
Menggelepar lapar jadi berita
Beras langka salah siapa ?

Sekarang ada raskin
Beras rakyat miskin
Harga murah
Mendapatkan tidaklah mudah
Antri berbaris,
Menangis...
Lapar terus mengiris


Tanjungpinang, 28 Pebruari 2007


KOTA

Kota menawarkan banyak kesempatan
Menjadi magnet bagi pencari perubahan
Fenomena mimpi-mimpi
Mereka yang dinamis
Ingin kaya
Meniti karier dan popularitas

Kota tak hanya ruang tapi kebudayaan
Habitat kaum urban
Pusat konsentrasi ekonomi, keahlian dan kekuasaan
Menjadi sentra kegiatan
Kultural dan religius
Simbol dari sebuah peradaban

Masyarakat tanpa kota
Primitif...
Liar...
Pengembara !

Kita warga kota
Individu yang otonom
Punya hak dan kewajiban
Membangun peradaban !


Tanjungpinang, 1 Maret 2007


MENGHITUNG USIA

Merentas bersama jalannya waktu
Tak pernah menunggu
Terkadang hanyut terpaut lupa
Oleh indahnya dunia
Menjadi ingat
Bila terbau akhirat

Tenggat menyebut masa
Batas muda sampai tua
Mengantar manusia pada sisi-sisi kehidupan yang semu
Dimana batasnya tak ada yang tahu
Dalam duka...
Gembira, dan kecewa

Penakar waktu berkarya
Muda,
Buatlah pada yang berguna
Tua,
Genapkan agar sempurna
Jika panjang sampailah pada rentang
Akan terhenti pada batas yang terkira
Maka...
Tutuplah usia


Tanjungpinang, 3 Maret 2007


PEJABAT NEGERI

Derajat tak lepas dari pangkat
Amanah berlapis sumpah
Berbuat manfaat untuk masyarakat
Berlaku setia untuk negara

Posisi dinanti oleh pegawai negeri
Tempat basah hidup tak susah
Bila kering berkerutlah kening
Roda berputar nasib bertukar

Diri dipandang hidup berpunya
Harap dapat sedikit memberi
Tak mungkin pada gaji
Hak anak , bagian isteri

Tak bermarwah
Bila terlibat rasuah
Tak bermartabat
Bila salah berbuat

Pejabat negeri kini setengah hati
Takut pada pidana korupsi
Peraturan berubah silih berganti
Membuat kerja tak kunjung jadi


Tanjungpinang, 7 Maret 2007


TIGA MAHMUD

Ada tiga Mahmud di masa jaya Kerajaan Melayu
Tingkah polahnya tak pantas ditiru
Bukan nama penyebab buruk kelaku
Tapi entahlah mengapa begitu

Tersebutlah tiga nama
Mahmud Sultan Melaka
Mahmud Mangkat di Julang
Mahmud Muzafar Syah

Mahmud pertama
Luar biasa suka wanita
Sanggup membunuh menghalalkan segala cara
Mahmud kedua
Tak suka wanita biasa
Karena seulas nangka mati ditikam Megat Seri Rama
Mahmud ketiga
Raja besar berkedudukan di Lingga
Tingkah polahnya lain ; tak lazim bagi seorang raja

Mahmud hanya kebetulan nama
Tidaklah semua membuat angkara
Mereka pemilik tahta
Sejarah mencatatkan cerita

Nama itu sekarang sudah terbilang
Tidak lagi membuat bimbang
Nama Mahmud biasa disandang
Menjadi besar dan terpandang

Tanjungpinang, 7 Maret 2007


BIBIR BERUCAP

Kataku
Katamu
Kata dia
Kata kita
Penuh makna
Mengalirkan cerita
Suka tersampai dengan ceria
Duka diucap terbata-bata
Marah memerah wajah

Keluh kesah
Meratapi diri terpaut gelisah
Meracau seumpama igau
Karena hati sedang galau
Biar dunia mendengar
Gundahpun meluah!

Kadang,
Terangkai kata tidak layak
Cermin diri jauh daripada bijak
Berkata sumbangnya orang
Tak sadar diripun kurang

Bibir berucap,
Kata-kata
Mengalir
Menyindir
Mengukir


Tanjungpinang, 11 Maret 2007


LAHIRNYA KOTA TANJUNGPINANG*)

Tidak ada laga beradu raga
Tidak juga perang
Saling serang
Kenapa ada pejuang ?

Kelahirannya dihadang
Keberadaannya ditentang
Ke Jakarta mereka datang
Bawa alasan coba menghalang

Sekarang,
Setelah kota lahir berkembang
Tak kurang ingin terbilang
Belalang mengaku elang

Tanjungpinang, 12 Maret 2007

*) Kota Otonom Tanjungpinang


DIA ITU SAKIT !

Percaya orang tak dijaga
Potensi diri tersia-sia
Tiada bumi yang bisa dipijak
Mencari langit untuk dijunjung

Diri hanyut dalam hasut
Digerus arus iri dengki

Hati mati,
Hilang rasa
Mulut penuh busa dusta
Meracuni mereka yang tuna

Sakit tidak pada raga besarnya
Tapi pada jiwa yang gusar
Kepada orang menjadi kasar
Merasa diri selalu benar

Jiwa sudah hilang sadar
Penawar menjadi tawar
Bertobat itulah obat
Agar selamat dunia akhirat.


Tanjungpinang, 13 Maret 2007


SUMPAH

Amanah berujung titah
Berjanji untuk tak diingkari
Bersaksi dihadapan ilahi
Berakibat aniaya pada diri

Ucapan murka dari hati yang luka
Sumpah juga menjadi legenda
Seperti cerita anak durhaka
Menjadi batu disumpah sang ibu

Kita punya sumpah pemuda
Sebagai pemersatu bangsa
Sumpah sudah hilang makna
Mungkin sudah kadaluarsa

Berbangsa satu
Terlihat saling beradu
Berbahasa satu
Bahasa ibu
Bertanah air satu
Merdeka yang diseru !

Itulah sumpah terindah
Penghias sejarah


Tanjungpinang, 16 Maret 2007


TRAGEDI PEJABAT NEGERI

Kini dia menjadi korban
Dari nafsu keserakahan
Para pemburu kemewahan
Yang terus menekan

Angkara dari yang tak berhati nurani
Tak pernah mau peduli
Keinginan harus dipenuhi
Hilang akal lupa diri

Kepada mereka habis terbagi
Nyata mereka yang menikmati

Menjadi tersangka melakukan korupsi
Jauh dari keinginan hati
Diri berada dibalik terali
Tak pernah ia mimpi


Tanjungpinang, 20 Maret 2007


PASIRKU TANAH AIRMU

Bumiku luka
Berlubang ternganga
Menakung air mata
Duka...

Pulau terancam tenggelam
Nelayan resah semakin susah
Bakau mati tak tumbuh lagi
Pesisir menguning kering

Pasirku merentas laut
Bak gunung-gunung hanyut
Bertukar lembar dolar
Tercurah menjadi tanah

Untung tak pernah dihitung
Rugi tak pernah dikaji

Pasirku menimbun lautmu
Menambah luas daratmu
Merampas batas negeriku
Pasirku...
Kini tanah airmu


Tanjungpinang, 20 Maret 2007


APEL PAGI

Tegak dalam baris-baris kaku
Dipaut bayangan disiplin semu
Warisan baku
Penakar laku


Tanjungpinang, 16 April 2007


JEBAT DURHAKA ?

Tuah difitnah menjadi punca
Membancuh nista dalam istana
Percaya kata pembuat angkara
Hukum mati, titah raja Melaka
Bara dendam didihkan darah
Api amarah berkobar membakar resah
Keadilan punah
Raja adil, raja disembah
Raja zalim, raja disanggah!
Tekad membulat
Jebat bersumpah dengan nama Allah
Membela marwah Tuah
Meraja Jebat di istana
Berbagi suka dengan kaum papa
“Jebat durhaka !” itulah kata raja
Melaka terguncang
Hulubalang lintang pukang
Hanya tuah lawan seimbang
Bendahara menjunjung duli
Berkata Tuah belumlah mati

Dibalut suka duka mereka bersua
Bertikam akhirnya!
Keris tak bermata...
Tamengsari mengakhiri segalanya
Keadilan tak tersuara !
Durhaka itulah kata !

Tanjungpinang, 16 April 2007


PETAKA JATINANGOR

Sirna asa orang tua praja
Di Jatinangor semua binasa
Ketika aniaya mencabut nyawa
Menoreh derita sepanjang masa

Mengemas siksa begitu rupa
Dalam balut rekayasa
Sandiwara tuna wicara
Seakan semua perkara biasa

Dua tewas tanpa belas
Satu hilang tak pernah pulang
Lari menjauh ngeri
Tak sudi jadi birokrat cacat


Tanjungpinang, 26 April 2007


KETIKA

Ketika
Dijajah tak rela negeri ini dijarah
Mengadu nyawa bertumpah darah
Melawan tanpa kenal menyerah
“Merdeka atau mati !” itulah sumpah

Ketika
Proklamasi menggema
Merah putih berkibar mewarna nusantara
Negara muda tak luput dari goda
Politik menjadi panglima
Berebut kuasa, merenggut nyawa

Ketika
Orba berkuasa
Berubah tidak dalam seketika
Bangsa dibawa menuju sejahtera
Aroma militer menebar nuansa
Kemajuan diakui terasa
Berlama kuasa sumber bencana

Ketika
Resesi ekonomi membumi
Nusantara goyah
Rupiah melemah
Rakyat gundah
Mahasiswa gerah
Rusuh membawa keluh
Demonstrasi berteriak reformasi
Kuasa orba mundur teratur

Ketika
Reformasi mewarna negeri
Sensasi demokrasi sumber inspirasi
Berantas korupsi berbuah komisi
Kemiskinan dibalut kurang gizi
Bencana datang silih berganti

Ketika
Kita harus terjaga
Jangan terbuai dalam mimpi-mimpi
Lena dalam khayal dan bual

Tanjungpinang, 23 Mei 2007


RETAK MENUJU BELAH
(Jajahlah Negeriku)

Kita gagah melawan penjajah
Tak sejengkal tanah dibiar terjarah
Semangat kebangsaan padu menyatu
Bertaruh nyawa tak peduli harta
Hanya satu keinginan di dada…merdeka!
Bahana proklamasi mewarta dunia
Merah putih berkibar diiring Indonesia Raya
Nusantara kembali satu

Rasa sirna dari sukma bangsa
Persatuan menjadi perseteruan
Kebangsaan menjadi tak berkesan
Persaudaraan menjadi persengketaan
Rakyat mencari jati diri tanpa acuan
Bicara anti korupsi berapi-api
Dalam diam terima komisi
Dalam diam memberi komisi

Negeri ini terkulai dipelukan krisis ekonomi
Negeri ini kesurupan roh reformasi
Bangkit dengan jampi-jampi demokrasi
Rakyat dipukau dengan mantra-mantra provokasi
Terlena pada janji-janji tak bertepi
Hilang jati diri, hanyut dalam emosi tak terkendali
Tanpa pernah peduli berbuat anarki melawan negeri sendiri
Mereka yang membawa mimpi kini bersembunyi

Indonesia Raya tinggal irama tanpa kata
Bangsaku mulai retak menuju belah
Jajahlah negeriku…!
Agar kami menyatu!

Tanjungpinang, 19 Januari 2008


HIJAU BAKAU

Hijau bakau hilang pandang
Tunggul menusuk pada hati yang masygul
Pesisir berpasir berlumur lumpur
Bakau punah membawa resah

Ikan menjauh nelayan mengeluh
Jaring udang tersandar usang
Kepiting tak lagi menghias piring
Menghempas ombak bebas lepas

Hijau bakau,
Tak lagi semarak
Merah tanah dihamba serakah
Gersang membentang laut tak berpaut
Hijau memukau tidak lagi bakau

Tanjungpinang, 26 Januari 2008


TUNAS KELAPA
(Untuk Adik-adik Pramuka)

Luruh dari bunda ke bumi membawa amanah kalifah
Suci hati tergelatak memecah kebahagian dengan tangis
Tumbuh dalam kasih sayang yang tak lekang
Menjadi harapan di masa datang

Langkah diayun menyongsong usia
Harap berguna bagi nusa bangsa
Menjadi insan taqwa, taat ajaran agama
Menunjuk bakti pada orang tua

Belajar jangan pernah menghindar
Menuntut ilmu jangan pernah jemu
Perkara terlarang jangan dijelang
Buruk padahnya, jiwa raga binasa

Jangan tersesat di rimba pekat
Sulit keluar mencari penawar
Bulatkan tekad hidup bermartabat
Sempurna di dunia, selamat di akhirat.


Tanjungpinang, 7 Pebruari 2008


BENCANA

Mengalir air tak terbendung dalam tampung
Menggenang bertakung hanyut dalam takut
Tercurah simbah basah dalam gelisah
Air mata alirkan duka hanyutkan suka diusik bencana

Sembur lumpur mengubur kata takabur
Bumi muntah tak juga mampu dicegah
Tumpah ruah merambah semakin parah
Tak ada lagi air mata duka mengiring bencana

Puting beliung mendengung seketika bingung
Berputar gencar menerjang tak terhalang
Lalu menyapu lewat tak tersekat
Tangis mengisak merenda kata tak percaya

Gempa menggoyang, bumi guncang
Tsunami datang bawa gelombang
Meretak luluh lantak tak terelak
Sirna harta merengut nyawa ciptakan lara

Bencana bawa derita sempurna
Pada mereka tuna segala

Tanjungpinang, 12 Pebruari 2008


GENTA ASA

Rekah serakah nafsu membuncah
Meluah tak tertadah
Meronta jiwa mengejar tahta
Kobar nafsu membakar sukma

Masa hampir menepi pada sisi
Mereka kembali datang menyapa
Menumpah rasa menuang kata
Jual asa bermanis muka
Rasuk bujuk bawa sejuk
Merangkai janji taburkan harapan

Dada sudah tertoreh luka
Luka dari sembilu kata
Kata janji selaksa asa
Asa tak pernah nyata
Nyata hanya pada mereka

Jangan tergoda oleh senyum dan tawa
Jangan terpedaya oleh manis kata-kata

Air laut mulai mendarat
Mencurah air dari gunung
Mendung terus menggantung
Tak juga gerimis menitis

Tanjungpinang, 22 Pebruari 2008


BELALANG

Belalang...melang-lang...
Belalang-belalang jadi elang-elang
Terbang melayang-layang
Merentang sayap penuh lubang
Keluar sarang unjuk garang
Tak penah terbilang
Mengaku seketika, akulah...elang!

Belalang-belalang tidak lagi di ranting bergoyang
Belalang-belalang hinggap di pohon rindang

Belalang-belalang mengaku elang
Rebut merenggut dahan berpaut
Berebut kuasa unjuk jasa
Gertak mengiring kehendak

Elang-elang jelmaan belalang ingin terbilang
Belalang jadi elang-elang ingin terpandang

Belalang menjadi elang
Terbang menukik mencari ladang
Elang jelmaan belalang
Memekik tercekik...hik...hik...hik!
Seakan lantang tak mampu terbang


Tanjungpinang, 24 Pebruari 2008


SENIMAN

Wujudkan citra dengan rupa
Melanglang khayal merangkum cipta

Penyair ungkapkan rasa dengan kata
Sehalus sutera, tajam menikam
Pemantun merangkai kata dengan seloka
Tutur santun penuh makna
Penari mengatur langkah sesuai irama
Gerak raga gambarkan cerita
Pelukis menyentuh mata dengan warna
Terlihat nyata penuh rahasia

Seniman
Punya rasa
Punya karya
Selaksa karsa dalam dada
Tak hilang asa walau terlunta

Wahai seniman....
Terangi bumi bersama matahari
Usir kegelapan malam berteman bulan
Sejukkan dengan tetesan embun pagi
Isi dengan selaksa karya


Tanjungpinang, 26 Pebruari 2008


INDONESIA BISA!

Bisa punya banyak partai dengan nama-nama aduhai
Berusaha membujuk agar rakyat terbuai
Dalam kata-kata manis terangkai
Jual tampang serius, senyum bahkan menyeringai
Tak kuaaaaaaat...

Bisa tertipu dengan teknologi temuan baru
Air bisa jadi BBM dengan nama energi biru
Disambut dengan semangat menggebu-gebu
Sekian lama ditunggu-tunggu dari sang penemu
Ternyata tipuuu...

Bisa menghasilkan bibit padi paten
Setahun bisa berkali-kali panen
Namapun pakai kata super biar keren
Membuat kecewa Bapak Presiden
Supertoy...letoy men...

Bisa berantas korupsi dengan membentuk komisi
Tak peduli anggota dewan, maupun menteri
Tak kurang para pejabat negeri
Sudah menjadi penghuni bui
Ini baru berani...

Bisa laksanakan reformasi di sana sini
Pembenahan disegala lini
Semua bicara atas nama demokrasi
Jika tak berkenan dengan regulasi
Sepakat demonstrasi sampai berbuat anarkhi

Bisa mengubah sepak bola jadi sepak tinju
Penonton pukul wasit yang keliru
Pemain dilempar penonton batu
Pemain pukul wasit sampai biru-biru
Huuuuuu...malunya aku...

Indonesia bisa!
Bisa hancur jika tak mau diatur
Bisa bubar terus modar kalau tak sadar-sadar
Bisa bangkrut digerogoti cecurut
Bisa-bisanya begitu...

Indonesia bisa,
sebisa-bisanya kita taklukan dunia
sebisa-bisanya kita takutkan dunia
Dengan kata :“INDONESIA BERBISA!”
Ular kaleee...


Tanjungpinang, 24 Oktober 2008


SYAHADAT

Melafas dua kalimah mengalir di bibir
Menikam kalbu membunuh ragu
Bersaksi keberadaan yang satu
Bersaksi pada Dia yang menjadi utusanNYA
Mengikat diri dalam keyakinan

Adalah ikrar
Maka tegakkan
Adalah sumpah
Hindari kemunafikan
Adalah janji
Jangan pernah ingkari

Syahadatain
Ruh dan inti dari keimanan
Landasan seluruh ajaran
Sam’an wa tha’atan (kami dengar dan kami taat).

Tanjungpinang, 25 Oktober 2008


MERDEKA

Merdeka
Katanya sudah
Merdeka
Katanya belum
Sudah...
Belum...
Suuudah...!
Beeelum...!

Sudah,
Karena tak lagi dijajah
17 Agustus 1945 diproklamirkan Sukarno Hatta
Merah putih melambai-lambai di udara
Diiring lagu Indonesia Raya
Bukan rekayasa
Tapi nyata

Belum,
Pidato ketua partai pakai teriak “merdeka!”
Pidato agustusan pakai embel-embel “merdeka”
Yang merdeka baru nama jalan
Yaitu Jalan Merdeka
Nyata
Bukan rekayasa

Merdeka?
Memang bikin bangga!

Tanjungpinang, 26 Oktober 2008


WONG CILIK

Mereka bagian dari bangsa ini
Tidak sadar sebagai bangsa besar
Hilang arti kepercayaan diri
Tak mampu mandiri di negeri sendiri
Selalu merendahkan diri
Menjadi warisan pada keturunan

Adalah mereka orang berpunya
Lebih harta inginkan tahta
Mencari massa merebut kuasa
Mencari popularitas peduli sesama
Maju kemuka sebagai pembela
Lembut dalam nada manis berkata-kata

Wong cilik lupa dalam lena
Jadi alat seumpama garda
Dimangsa tanpa terasa
Nasib tak berubah tetap juga susah

Lupakan diri kecil seperti kancil
Jadilah singa yang bijaksana


Tanjungpinang, 26 Oktober 2008


11 NOPEMBER 1958

Malam itu
Bunyi gendang dan biola memadu rentak
Joget di atas pentas panas menghentak
Panggung hiburan hari pahlawan
Suka cita ditampilkan
Tak ada raut kesusahan

Seorang perempuan gelisah
Tinggal sendiri menunggu rumah
Merasa tak nyaman di sebagian badan
Perut terus berdenyut-denyut
Seperti mulas ingin melepas
Bawa ke belakang tak juga tuntas

Suami pulang membawa bidan
Kandungan isteri sudah sampai bulan
Jabang bayi tak sabar lagi
Bertemu dengan yang sudah menanti

Akhirnya muncul juga dia
Hadir di dunia tanpa suara
Jenis kelamin golongan pria
Lahir sebagai anak pertama

Sesuai prosedur lalu diangkat
Ditepuk-tepuk bayi terperanjat
Oek..oek..oek...
Memecah tangisan tanda kehidupan

Menjelang sehari namapun diberi
Tak tau dari mana inspirasi
Tak tau apa yang mengilhami
EFIYAR nama disematkan
Ini yang sedang berdiri di depan tuan dan puan

Tanjungpinang, 26 Oktober 2008

DOA KITA

Mengangkat kedua tangan menadah
Wajah kesatu arah menengadah
Meluncur kalimah-kalimah thayibah
Mengantar kata harap dan pinta
Ketika doa tak terkabul olehNya
Kita kecewa...

Doa juga dipanjatkan ketika digelar acara
Kadang terkesan laporan kepadaNya
Disampaikan dengan panjang lebar penuh bangga
Bagaikan pidato dihadapanNya
Tidak merendahkan diri dan lembut suara
Hadirinpun sibuk bicara

Doa tak juga tergantung redaksi yang ada
Boleh berasal dari diri sendiri
Doa yang purna berasal dari Allah Ta’ala
Atau dari junjungan alam semesta nabiyyil Mustafa
Shalawat dan salam selalu terlimpah padanya beserta keluarga
Bagi-Mu segala puji hingga Engkau Ridha

Sungguh,
Allah mempunyai lebih banyak
Dari apa yang kita minta
Maka,
Panjatkan segala keinginan hanya kepadaNya
Beramallah dengan wirid dan doa
Tanpa pernah berpaling kepada selainNya
Penuhi segala syarat dan etika
Allah mencela kaum yang meninggalkan doa

Tanjungpinang, 30 Oktober 2008


PARIWARA

Jangan kemana-mana kami kembali
Setelah pariwara...berikut ini!

Eeeng..ing...eeeng.....
Ada kecap katanya sedap
Produksi baru nomor satu
Selera melihat mobil ditawarkan
Duit pula tak sesuai keinginan
Deterjen bisa mencuci sendiri
Pakaian tetap juga berdaki
Shampo hilangkan kelemumur
Kulit kepala tambah berjamur
Sabun mandi bikin kulit putih dan halus
Sudah dicoba kulit tak juga mulus
Mie instan rasanya menggoda
Jadi bahan bantuan untuk yang kena bencana
“Roso!” kata Mbah Marijan
Ketik Reg spasi primbon
Ketik reg spasi mama
Ketik reg spasi taqwa
Ketik reg spasi mantra
Kirim ke 6789
Jawaban langsung dari hp saya
Kalau ada pulsa....

Tanjungpinang, 30 Oktober 2008


KITA DAN GURINDAM DUA BELAS

selaksa makna dalam kata-kata bermadah
dalam pasal-pasal kaya akan hikmah
semua menunjuk dalam rangkaian petuah
agar hidup tak hilang arah

gurindam dua belas kini kehilangan makna
hanya sebatas menjadi khazanah budaya
jadi pajangan pelengkap pustaka
dilombakan guna mencari sang juara

tidaklah demikian maksud sang penggubah
gurindam dicipta karena rasa gundah
gundah pada dunia yang makin terdedah
gundah pada tamadun dunia yang penuh gairah

berapa kata dalam pasal berubah redaksi
katanya takut salah mengerti
padahal kita harus mempertahankan yang asli
itulah pengucapan zaman raja ali haji

jika raja ali haji menulis dalam gundah
kitapun kini pantas resah
takut gurindam dua belas hanya dibaca
roh terkandung sirna bersama lomba

tanjungpinang, 31 oktober 2008


SINETRON

semua cantik ganteng mempesona
peran apapun wajah tak jauh beda
antara pembantu rumah tangga dan nyonya
begitu juga para pemeran pria

judul menggoda yang muda maupun yang tua
dibuat sedemikian rupa tak peduli tata bahasa
gambarkan tokoh kaya raya
sampai miskin papa kedana

kita dalam sinetron dunia dan panggung sandiwara
pakai topeng-topeng ekspresi meniti alur cerita
dalam suka kita tampilkan wajah duka
saat duka kita tersenyum bahkan tertawa

sinetron kita tanpa judul yang pasti
sutradara dan tokoh adalah diri sendiri
kadang harus kejam bahkan bengis
kadang harus pasang muka manis

sinetron dengan sandiwara politik
penuh siasat dan intrik-intrik
lawan main jadi tak berkutik
melalui media berita terbetik

sinetron terus juga ditonton
walau cerita terasa monoton
sinetron terus tayang di televisi
mengisi ruang-ruang tak bertepi.

tanjungpinang, 31 Oktober 2008